Pendahuluan
Mengenai kesanggupan manusia untuk berfikir sehingga membedakan jenisnya dengan binatang, kecakapannya memperoleh kehidupan bersamadan kemampuannya mempelajari Tuhan yang disembahnya serta wahyu-wahyu yang di terima para rasulNya, sehingga semua binatang tunduk dan berada dalam kekuasaannya. Melalui kesanggupannya untk berfikir itulah, Tuhan mengaruniai manusia keunggulan di atas makhluk-makhlukNya yang lain.
Kesanggupan Manusia untuk berfikir
Kesanggupan manusia untk berfikir adalah sumber dari segala kesempurnaan dan puncak segala kemuliaan dan ketinggian di atas makhluk lain. Sebabnya ialah karena pengertian idrak, yaitu kesadaran dalam diri tentang hal yang terjadi di luar dirinya. Kesadaran semacam itu hanya dimiliki oleh hewan saja , tidak pada lain-lain benda (makhluk) yang mungkin ada. Sebaba hewan menyadari akan sesuatu di luar dirinya dengan perantaraan pancainderanya yang telah dianugerahkan Allah : indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan lewat lidah dan melalui sentuhan. Sekarang manusia memahami ini –keadaan di luar dirinya-dengan kekuatan pemahaman melalui perantaraan pikirannya yang ada dibalik pancainderanya. Pikiran bekerja dengan kekuatan yang ada di tengah-tengah otak yang memberi kesanggupan menangkap bayangan berbagai benda yang biasa diterima oleh panca indera, dan kemudian mengembalikan benda-benda itu ke dalam ingatannya sambil mengembangkannya lagi dengan bayangan-bayangan lain dari bayangan benda-benda itu.
Berfikir, fikr, ialah penjamahan yang ada di balik perasaan, dan aplikasi akal di dalamnya untuk membuat analisa dan sintesa. Inilah arti kata af – idah (jamak dari fuad) dalam firman Allah ta'ala: "Dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan akal".(QS. Al Mulk: 23) Fuad adalah yang dimaksud dengan pikiran, fikr. Kesanggupan berfikir ada beberapa tingkatan:
Tingkatan yang pertama, ialah pemahama intelaktual manusia terhadap segala sesuatu yang ada diluar alam semesta dalam tatanan alam atau tata yang berubah-ubah, dengan maksud supaya dia dapat mengadakan seleksi dengan kemampuannya sendiri. Bentuk pemikiran semacam ini berupapersepsi-persepsi . Inilah akal pembela (al'aqlut tamyizi) yang membantu manusia memperoleh segala sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, memperoleh penghidupannya, dan menolak segala yang sia-sia bagi dirinya.
Tingkatan yang keduaialah pikiran yang memperlengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan orang-orang bawahannya dan mengatur mereka. Pemikiran semacam ini kebanyakan berupa appersepsi-appersepsi, (tashdiqat), yang dicapai satu demi satu melalui pengalaman, hingga benar-benar dilaksanakan manfaatnya. Inilah yang disebut dengan akal eksperimental, al 'aql at atjribi.
Tingkatan yang ketiga, pikiran yang memperlengkapi manusia dengan pengetahuan(ilm) atau pengetahuan hipotesis (dzann) mengetahui sesuatu yang berada di belakang persepsi indera tanpa tindakan praktis yang menyertainya. Inilah akal spekulatif (al aql an – nadzari) . Ia merupakan persepsi adan appersepsi , tawassur dan tashdiq , yang tersusun dalam tatanan khusus , sehingga membentuk pengetahuan lain dari jenisnya yang sama, baik perseptif atau apperseptif. Kemudian semua itu bergabung dengan hal-hal lain , lalu membentuk pengetahuan yang lain lagi. Akhir dari proses ini ialah supaya terlengkapi persepsi mengenai wujud sebagaimana adanya, dengan berbagai genera, diferensia, sebab akibatnya. Dengan memikirkan hal-hal ini , manusia mencapai kesempurnaan dalam realitasnya dan menjadi intelek murni dan memiliki jiwa perseptif. Inilah makna realitas manusia (al haqiqh al insaniyah). (Ibnu Khaldun, 2000: hlm. 523)