Selasa, Februari 10, 2015

Peristiwa Dikala Shubuh: Mengucurnya Darah Sang Amirul Mukminin “Demi waktu shubuh”, begitulah Allah Ta'ala bersumpah dalam Al-Qur'an. Shubuh tatkala fajar menyingsing dan  matahari bersiap-siap menampakkan dirinya merupakan waktu yang penuh dengan keberkahan. Udara segar, langit kemerahan, pikiran yang cerah merupakan kenikmatan tersendiri di setiap waktu shubuh.   Namun tak teruntuk shubuh itu. Ketika muadzin mengumandangkan adzan, dengan berbondong-bondong para shahabat dan sebagian tabi’in memenuhi masjid. Mereka berlomba-lomba menempati barisan yang paling depan. Dan ketika dua shaf penuh dengan jama’ah, sholat pun dimulai. Sang Amirul Mukminin dengan suaranya yang berwibawa membaca Surat Al-fatihah dengan penuh khusyu’. Kemudian dilanjutkan dengan Surat An-Nahl atau Yusuf. Namun tak sampai ia menamatkan bacaannya, beberapa tusukan tajam mengenai perutnya. Ia tak kuasa menahan sakit kucuran darahnya, ia terjatuh dan mengisyaratkan shahabat Abdur Rahman bin Auf Rodhiyallahu 'anhu untuk menggantikan posisinya. Lalu shahabat Abdur Rahman bin Auf mengimami dengan sholat yang ringan.  Surat Al-Kautsar raka'at pertama dan An-Nashr raka'at kedua. Para jama’ah yang berada di shaf bagian depan mengetahui apa yang terjadi, sedang mereka yang di belakang mengucap Subhanallah mengira sang imam lupa akan bacaannya. Ketika sholat telah rampung diselesaikan, Sang Amirul Mukminin bertanya kepada shahabat Abdullah Ibnu Abbas perihal siapa yang menikamnya, Ibnu Abbas menjawab “Anak Mughiroh”, yang berkinayah Abu lukluah Al-Majusi laknatullohi 'alaih. Para shahabat dan tabi’in tak pernah merasakan sebuah musibah di kala shubuh kecuali waktu itu. Sebagian dari mereka beranggapan shahabat Umar bin Khoththob Rodhiyallahu 'anhu akan baik-baik saja. Sebagian yang lain mengkhawatirkan keadaannya. Selepas ia sholat shubuh dengan keadaan semampunya, ia disuguhi segelas Nabidz, semacam rendaman air kurma beberapa hari, untuk mengetahui seberapa parah lukanya, dan ternyata Nabidz pun mengucur dari perut sang Amirul Mukminin. Lalu ia meminum susu dan hasilnya sama, tetap mengucur dari lambungnya. Semua orang yang mengetahui perihal tersebut tahu bahwa sang khalifah tak akan mampu bertahan hidup lama lagi. Para shahabat lalu memintanya untuk berwasiat, mulai dari kesan persahabatannya dengan Nabi Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam, uang baitul mal, hingga ia menyuruh anaknya Abdullah bin Umar untuk pergi ke rumah Sayyidah Aisyah, “Katakan kepadanya (Sayyidah Aisyah): Umar menitipkan salam untukmu dan jangan kau sebut aku dengan Amirul Mukminin, karena hari ini aku tidak bisa menjadi pemimpin bagi orang-orang mukmin. Dan mintalah izin kepadanya agar aku bisa disemayamkan dengan kedua shahabatku.” Sayyidah Aisyah menangis tatkala Abdullah bin Umar mengutarakan apa yang diperintahkan ayahnya, “Sungguh aku sangat menginginkan diriku dikubur bersama ayah dan suamiku kelak, tapi hari ini aku tak menginginkannya kembali.” Dengan rasa yang penuh kelegaan, bahagia campur sedih, Abdullah melangkahkan kaki pulang. Sesampainya ia di rumah, sang ayah yang sedang berbaring menahan perih meminta untuk didudukan dan bertanya kepada putranya tentang permintaan terakhirnya. “Sesuai apa yang engkau inginkan wahai Amirul Mukminin” ucap sang putra. Alangkah bahagianya sahabat Umar dengan bibir tesungging ia bertahmid, “Segala puji bagi Allah, tak ada sesuatu yang paling penting bagiku ketimbang beristirahat selamanya di samping kedua shahabatku. Ketika datang ajalku, bawalah aku dan kembalilah meminta izin kepadanya (Sayyidah Aisyah). Jika ia mengamini, kuburkan aku bersama dua shahabatku dan jika tidak, bawalah aku ke Baqi’; makam orang-orang mukmin.” Tiga hari setelah penikaman itu Sang Amirul Mukminin menghadap ke haribaan Allah Ta'ala, lantas Abdullah bin Umar pun  melaksanakan wasiat sang ayah untuk meminta izin kedua kalinya kepada Sayyidah Aisyah. Dan akhirnya sang Khalifah yang pertama kali diberi gelar Amirul Mukminin, pencetus pengumpulan Al-Qur'an untuk dijadikan satu mushaf, mufti yang berfatwa bahwa sholat tarawih 20 rakaat dan berjamaah adalah sebaik-baiknya bid’ah, sang mertua Rosul, shahabat karib Nabi Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam, pemimpin yang penuh kezuhudan, dialah Umar Bin Khoththob Rodhiyallahu 'anhu dikebumikan di samping kedua shahabatnya, Nabi Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam dan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Tidak ada komentar: